Sejarah Masjid Agung Cirebon
Sejarah Masjid Agung Cirebon – Kasepuhan atau Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dimulai pada masa damai. Setelah menentukan waktu yang tepat, Sunan Gunung Jati kemudian mengeluarkan keputusan untuk membangun masjid besar yang mirip dengan Demak.
Kemudian, Sunan Gunung Jati mengirimkan utusan untuk mendapat tanggapan. Selain itu, ia juga mengerahkan bantuan tenaga ahli serta doa restu dari para Wali Songo se-Jawa. Kemudian, Raden Fatah mengirimkan ahlinya.
Pemimpin pelaksana pembangunan Masjid Agung Kasepuhan di Cirebon adalah Sunan Kalijaga. Sedangkan penanggung jawab penentu arah kiblat yang diperdebatkan sejak pembangunan Masjid Agung Demak diberikan kepada Raden Sepat. Masjid Agung Kasepuhan Cirebon didirikan pada tahun 1489 M. Masjid ini memiliki orientasi perkembangan yang berbeda dengan masjid kuno lainnya di Jawa.
Menurut catatan Muffid, M. Bambang, S. & R, Siti Rukayah dalam Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon (2014), dalam morfologi kota kuno di Jawa, Letak masjid ini tidak lepas dari keberadaan keraton sebagai pusat pemerintahan. Masjid ini juga dipengaruhi oleh alun-alun sebagai ruang publik dan pasar sebagai ruang kegiatan ekonomi.
tidak berorientasi seperti masjid pada umumnya. Garis sumbu masjid ini tidak sejajar dengan bangunan keraton seperti masjid keraton lainnya pada masa itu. Masjid ini justru diorientasikan pada posisi bersudut 15 derajat dari garis batas bangunan keraton.
Masjid jami ‘merupakan fungsi utama dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid ini digunakan sebagai pusat ibadah umat Islam di Cirebon. Masjid ini dilengkapi dengan kebutuhan khusus para raja dan upacara besar di keraton. Masjid ini juga digunakan sebagai pusat pengembangan pendidikan dan budaya.
Berikut tiga keunikan Masjid Sang Cipta Rasa:
- Pertama, memiliki orientasi tata letak yang berbeda dengan masjid-masjid kuno di pulau Jawa pada umumnya. Masjid ini lebih berorientasi pada kiblat daripada mengikuti orientasi alun-alun dan istana.
- Kedua, meski terdapat perbedaan orientasi tata ruang yang cukup signifikan, namun masjid ini memiliki kemiripan dengan masjid agung di kerajaan Islam kuno lainnya di Pulau Jawa, yaitu di sisi barat alun-alun.
- Ketiga, orientasi problematis Masjid Agung Kasepuhan di Cirebon dinilai sangat penting. Hal ini terkait erat dengan pentingnya masjid di masyarakat dan kebutuhan umat Islam untuk menghadap kiblat saat menunaikan salat.
Itulah Sejarah Masjid Agung Cirebon yang cocok untuk destinasi wisata religi, selain itu kita juga perlu memerhatikan umat-umat muslim yang tinggal didesa dan pelosok negeri yang sulit untuk mengakses masjid bahkan tidak tersedianya masjid-masjid dilingkungan mereka. Salah satu cara menolong mereka ialah dengan bergotong royong menyumbangkan rezeki kita untuk membangun masjid pedesaan melalui https://masjidpedesaan.or.id yang membantu mengumpulkan dana dari berbagai kalangan untuk membangun masjid-masjid dan membantu ibadah warga muslim disana.